Banyak wanita yang gagal bercinta
hanya karena soal sepele: lelaki-nya tidak sempurna. Padahal, kalau prianya
sempurna, apa lagi yang dapat wanita itu lakukan? Di sinilah kesalahan banyak
wanita, memandang pacaran atau pernikahan sebagai kebutuhan sosial, bukan
pribadi, hanya lifestyle yang bisa dipamerkan: dan menolak ketaksempurnaan.
Nobody's perfect, tak ada orang yang sempurna. Ungkapan itu bukan hanya
digunakan sebagai pepatah dalam iklan kosmetik atau judul serial komedi
situasi, melainkan harus dapat menjadi pandangan hidup Anda untuk memahami
kelemahan orang lain. Termasuk calon pasangan hidup Anda. Arti maupun realitas
ungkapan nobody's perfect ini sangat tepat untuk mengingatkan setiap manusia agar
selalu bersikap wajar, apa adanya, dan menerima orang lain seadanya. Pepatah
itu sangat berarti untuk menggambarkan bahwa tak ada manusia di muka bumi ini
yang diciptakan sempurna. Begitu juga untuk urusan cinta. Misalkan saja dalam
memilih pasangan. Janganlah terlalu tinggi menetapkan kriteria calon pasangan
maupun pendamping hidup Anda kelak. Hal utama yang harus dilihat baik-baik
justru diri sendiri. Sudah seperti apa diri Anda sekarang? Makin baikkah? Atau
malah kian tak karuan?
Jangan menuntut orang lain sempurna
jika Anda tak dapat menyempurnakan diri sendiri. Misalnya saja ada seorang
wanita yang menyukai seorang pemuda, tapi karena faktor fisik --yaitu ia tak
tampan dan atletis, seperti imaji lelaki dalam iklan, lalu usahanya untuk berkenalan
atau menumbuhkan kasih sayang, dihindari bahkan ditolak. Sekarang ini banyak
kaum Anda yang berusaha mendapatkan pasangan dengan tingkat intelejensia maupun
materinya tak terpaut terlalu jauh. Jangan begitu! Memang wajar jika semua
pihak menginginkan yang terbaik untuk mereka, apalagi untuk masa depan. Wajar
saja jika selektif memilih pasangan, malah wajib dilakukan agar tak salah pilih
dan menyesal di kemudian hari. Pertama kali yang harus ditanyakan adalah hati
kecil Anda sendiri. Kedua, jangan sekali-kali tidak jujur pada diri sendiri.
Ketiga, langsung saja tanyakan hal-hal berikut ini: setiap orang pasti
menginginkan pasangannya mempunyai penampilan fisik bagus. Paras yang
tampan-macho, bentuk badan atletis dan kaya. Tapi tanyakan dalam hati, apakah
dia benar-benar kriteria pasanganmua? Jika hatimu menginginkan orang yang biasa
saja dalam berpenampilan, dan merasa lebih nyaman dengan itu, kenapa harus
memaksakan diri dengan hal-hal seperti itu? Ingat, memiliki pacar, kekasih,
atau suami, kebutuhan pribadi, bukan kebutuhan sosial, yang menyangkut gaya
hidup. Karena kebutuhan pribadi, Anda yang paling tahu siapa yang Anda
inginkan. Bukan orang lain, orang tua atau teman-tetangga Anda. Lalu, jangan
lupa melihat bagaimana si dia memberikan perhatian dan bagaimana caranya
mengekspresikan perasaannya. Karena kalau dia 100 kali dalam sehari bilang
"sayang" padamu tapi tidak pernah membuktikannya, apalah artinya
rayuannya itu kalau bukan sekadar gombal belaka? Yang lainnya adalah
memperhatikan bagaimana cara dia berinteraksi dan bersosialisasi dengan
orang-orang di sekitarnya. Apakah dia tipe penyendiri, atau orang yang gemar
berinteraksi dengan banyak orang? Lantas Anda sendiri suka dengan tipe yang
bagaimana? Jangan lupa memperhatikan intelektualitasnya. Latar belakang
pendidikan, kemauan belajar, kemampuan menganalisa, dan tingkat kreativitasnya.
Yang Anda inginkan yang standar dan biasa-biasa saja, atau si pintar-jenius?
Agama. Memang ini merupakan hal yang sangat prinsipil untuk sebagian besar
orang. Bila percayai bahwa perbedaan agama akan menimbulkan banyak persoalan di
kelak kemudian hari, jangan biarkan kesempatan untuk menerima yang tak seagama.
Bahkan, jika seagama pun, pilihlah yang mempunyai tingkat spiritual yang
sebanding. Jangan sampai dia rajin beribadah, sementara Anda hanya sekadar
mendengar atau melihat belaka. Akan tetapi jika Anda termasuk orang yang tak
menjadikan agama sebagai penghalang hubungan dan memandang semua agama itu sama
baik dan terpuji seperti agama Anda, maka berusahalah untuk tetap berpegang
teguh pada keyakinan itu, dan tanamkan pula pada diri pasangan Anda nantinya.
Tokh, pada hakekatnya Tuhan itu satu, hanya manusianya saja yang terkesan
terlalu membeda-bedakannya. Hal lain adalah komunikasi. Hal ini sangat rentan
dalam suatu hubungan. Perhatikan selalu bagaimana bentuk komunikasi yang telah
terjalin selama berkenalan dengan dia. Apakah nyambung atau mesti sering
mengulang pembicaraan agar dia mengerti arah pembicaraan? Harus juga
diperhatikan kondisi pekerjaan dan sisi finansialnya. Jangan menyebutkan diri
seorang materialistis untuk hal ini. setiap manusia perlu materi, kan? Temukan
sisi maupun tingkat kedewasaannya. Lihat bagaimana dia menghadapi semua
kegiatannya, lihat juga bagaimana caranya menyelesaikan masalah, bagaimana
caranya berinteraksi dengan rekan-rekannya. Jangan sampai dia mempunyai
kedewasaan yang tak seimbang denganmu karena salah satu pihak akan merugi
nanti! Kecuali jika salah satu dari kalian bertindak sebagai pengemong. Lainnya
adalah keterbukaan soal seks. Hal ini perlu disimak dengan baik, nyatanya tak
sedikit pasangan yang akhirnya memutuskan berpisah karena problem seks. Padahal
hal ini tak perlu terjadi jika kedua belah pihak saling terbuka. Akan tetapi
semua berbalik pada diri masing-masing. Apakah Anda lebih suka pasangan yang
berpengalaman soal seks, atau justru buta seks --atau, apakah Anda merupakan
seorang yang menganggap seks tak perlu didiskusikan, dan hanya perlu
dipraktekkan saja?
Terakhir adalah punya hobi dan minat
sama. jika punya hobi dan minat sama, tak tertutup kemungkinan hal ini akan
makin mendekatkan kalian berdua. Sebaliknya jika hobi dan minat terpaut terlalu
beda jelas akan menjauhkan masing-masing pihak. Wah, rumit kan? Tidak, kok,
karena semua itu dapat dikembalikan ke pertanyaan pertama: tanyakanlah pada
hati kecil Anda, karena hati
Andalah hakim yang paling baik. Iya, kan? (lia achmad)
Copyright © 2004 SUARA MERDEKA
0 komentar:
Posting Komentar